Thursday, December 29, 2011

weisst du?

Sejujurnya, setiap aku menyuruhmu untuk tidur, ada kesenangan sesaat ketika aku tahu kamu masih akan menulis sesuatu untukku. Ada harapan kecil bahwa kamu akan terus mengelak dan mengulur waktu tidurmu.

Setiap detik yang berlalu saat kamu akan datang ke rumahku, andai kamu bisa merasakan detak tak beraturan ini. Lihatlah setiap regangan otot di ujung bibir ini selalu membentuk senyuman di setiap langkah dan gerak yang kamu ambil.

 Pertanyaan, galau mbak lihat kaca terus, seharusnya tidak perlu kamu tanyakan lagi. Aku hanya.....tidak mau melihat sepasang mata yang telah membuatku sebegini jatuh. Dua buah bintang yang selalu bisa memainkan roller-coaster di balik jantungku.

  Sentuhan kecil yang seringnya terjadi dengan tidak disengaja itu, memberikan bekas tersendiri pada sebuah ingatan. Yang entah bagaimana kerjanya, mampu mengalirkan darah dari jantung menuju kedua pipi, mengharuskanku menutupi rona merah yang muncul tanpa permisi kepadaku.

  Yang terakhir, senyum dan tawa itu, adalah alasan mengapa aku masih berdiri di sampingmu, alasan setiap binar pada mataku, dan alasan setiap nafas yang kutarik, kutahan dan kulepaskan.

  Seandainya kamu bisa membaca pikiranku, aku tak perlu bersusah payah menjelaskan semua ini. 
Tapi menurutku ini seni dari menuangkan isi hati dan pikiran itu sendiri, pada sebuah tulisan.

I was about half in love with him by the time we sat down. That's the thing about boys. Every time they do something good... you fall half in love with them, and then you never know where the hell you are.
-J. D. Salinger (with edited)

No comments:

Post a Comment